Rabu, 18 Maret 2015

Ke Merbabu Aku Kan Kembali (Gunung Merbabu 3142 MDPL)


Sudah hampir 4 bulan gw di Semarang. Mengingat pekerjaan gw mengharuskan gw berkelana di Jawa Tengah bahkan hingga ke provinsi sebelah, selama perjalanan background yang menghiasi adalah pemandangan Gunung Merbabu. Siapa sangka gw pada suatu hari yang mendung unyu-unyu bisa berdiri di puncak tertingginya.

Merbabu yang merayu
Jadi, pada hari Sabtu tanggal 28 Februari 2015 seperti biasa kita berkumpul di Basecamp sebelum akhirnya berangkat menuju Basecamp Wekas, seperti biasa tunggu-tungguan, ngaret-ngaretan hingga pada akhirnya kita baru pada berangkat jam 5 sore, dan seperti biasa juga gw dibonceng sama Mas Sandy yang sekarang udah gak ada basa-basinya lagi minta doi jemput dan bawain helm, hehehe…

Setelah keujanan di jalan, akhirnya kita sampai di basecamp Wekas dan seperti biasa lagi hal yang wajib dilakukan di basecamp adalah mamam. Padahal sebelumnya gw dah makan siang, tapi sekarang gw sudah ter-brainwash oleh Mbak Annisa dengan doktrinnya yang menyebutkan bahwa kalo kita mau muncak wajib makan nasi, W-A-J-I-B. Setelah makan, guling-guling, seperti biasanya lagi kita gak langsung naik tapi entahlah ini itu dulu sampe semuanya siap berangkat. Ketika nunggu rombongan siap berangkat, gw sempet ngobrol-ngobrol sama dua orang pendaki yang berasal dari Jakarta dan liburan kesini. Disinilah gw menceritakan betapa bahagianya gw sebagai perantau yang pernah merasakan kerasnya hidup di Jakarta kemudian pindah ke kota Semarang yang manis. Dari sorot matanya gw yakin kalo mereka pasti iri dengki banget sama gw, muhahaha *kegeeran

Setelah puas manas-manasin Mas-Mas Jakarta, kita pun memulai pendakian menuju Pos 2 dimana kita akan mendirikan tenda dan bermalam disana. Di jalan sempet terjadi sebuah tragedy yaitu salah satu anggota rombongan yang ga sanggup naik, padahal perjalanan baru sepersekiannya banget namun dia sudah menyerah dan memutuskan untuk balik lagi ke basecamp. Konon katanya dia baru pertama kali muncak dan masih shock karena ternyata muncak tu gak se-ngegemesin yang dibayangkan.

Perjalanan menuju Pos 2 adalah sebuah perjalanan mendaki tanpa bonus dipenuhi dengan adegan ngos-ngosan manja, bersandar di pohon, gelesotan di tanah, dan gak ketinggalan cela-celaan. Total perjalanan dari basecamp sampe Pos 2 ditambah dengan tragedy satu peserta yang menyerah ditambah lagi kelakuak-kelakuan tak senonoh kita di jalan semuanya memakan waktu 5 jam saja! Hahaha…keong banget ga sih. Jam 2 malam kita baru sampe Pos 2. Setelah tenda selesai dipasang, satu hal yang ingin gw lakuin hanyalah bobok di tengah udara yang dinginnya bikin gw pengen pergi ke tempat gym gw terus masuk saunanya *lah. Dalam udara dingin ini, Mbak Wikan bubuk dengan yahudnya sampe ngorok sedangkan Mbak Annisa memutuskan untuk summit mengejar sunrise dan gw sendiri memilih memeluk seorang wanita yang gak gw kenal untuk melawan hawa dingin, akuh hina, akuh ternoda *kumat

Merbabu, pagi itu.
Keesokan harinya, setelah gw beres-beres, sarapan dan melakukan ritual pagi lainnya, gw ditemenin Mas San dan Mas Son, dua orang yang selalu bersekongkol untuk menguasai sisa logistik memulai perjalanan menuju puncak Trianggulasi. Yak…ga tanggung-tanggung, gw bertekad sampai ke Puncak Trianggulasi. Gunung Merbabu memiliki 3 puncak yaitu Puncak Syarif, Puncak Kenteng Songo dan Puncak Trianggulasi *CMIIW. Berhubung pas gw kesana cuaca lagi mendung, gw cuman sampe di Puncak Kenteng Songo dan Puncak Trianggulasi. Selain itu, Puncak Kenteng Songo dan Puncak Trianggulasi itu searah, sedangkan Puncak Syarif berlawanan arah. Beberapa orang ada yang cukup puas sampe Puncak Kenteng Songo, tapi buat anak se-hiper aktif gw, sayang banget kalo cuman nyampe Kenteng Songo karena menuju Puncak Trianggulasi itu ga jauh-jauh amat koq tapi ya bikin dengkul lemes juga.

Banyak hal menarik yang gw temui sepanjang perjalanan menuju puncak. Yang pertama yaitu adanya pipa saluran air yang terpasang sepanjang jalan. Kalo dipikir-pikir keren banget ya orang-orang yang sudah membuat jalur pengairan dari Gunung Merbabu ini, kalo kata anak gawl sih They are kewl! Hal menarik yang lainnya adalah ketemu burung jalak di jalan yang loncat-loncat di jalan seolah burung itu mau ngasih tau kita jalan yang benar, hihihi… tau aja tu burung kalo dua cowok yang pergi bareng gw merupakan pengikut aliran sesat. Di sepanjang jalan ini juga gw sempet mencicipi buah beri liar yang rasanya manis semanis senyumku, mudah-mudahan buah berinya gak beracun dan membuat kita berhalusinasi untuk saling membunuh ya *korban happy tree friends

Wild berry
Dari Pos Watu Tulis menuju puncak, tracknya sudah terbuka. Bukan lagi hutan lebat seperti sebelumnya. Cuaca yang mendung jadi salah satu keuntungan karena jadinya kita ga geseng-geseng amat panas-panasan. Track menuju puncak sendiri mengingatkan gw pada Gunung Tangkuban Perahu karena tumbuhannya mirip-mirip dan terdapat sumber belerang juga. Di jalan, kita melewati Jembatan Setan. Entah kenapa disebut Jembatan Setan, mungkin ada kisa-kisah spooky dibaliknya :S

Pos Watu Tulis

Pos Watu Tulis

Jembatan Setan
Kita juga sempet melewati jalur Ondo Rante yang bikin kita bisa foto ala-ala climbing gitu, tapi sayang…again, cuacanya jelek dan bikin fotonya ga secucok kalo lagi cerah.

Masan foto climbing ala2 *failed
Pendakian ini adalah pendakian dengan koleksi foto paling sedikit, banyak factor yang mempengaruhinya salah satunya yaitu berangkat kesiangan, nyampe Pos Watu Tulis kita lihat awan mendung sudah menutupi langit jadi kita harus buru-buru sampe puncak. Pas nyampe puncak pun kita ga bisa lama-lama narsis-narsisan coz hujan mulai turun rintik-rintik. Walaupun pas nyampe puncak, kita ga dapet view yang cantik, ga bisa liat Merapi karena tertutup kabut tebal, ga bisa foto guling-guling di sabana karena harus buru-buru turun, tapi gw tetep bahagia akhirnya bisa sampe karena ini adalah puncak gunung tigaribuan pertama yang berhasil gw daki, yippie! Kata Mas San, kalo kuat sampe sini artinya gw dah lulus ujian supaya bisa ikut ke Puncak Mahameru. Amin.

My first 3K!

Headstand ala Mason


Gagal headstand
Perjalanan turun menjadi perjalanan pertama gw ujan-ujanan di gunung. Kalo diinget-inget gimana perjalanan naiknya hingga ke puncak, turun gunung kali ini bikin gw berdoa supaya tiba-tiba ada escalator atau semacam lift turun atau apapun itu yang mengantarkan kita sampe ke basecamp Wekas tanpa harus kepeleset-peleset di jalan sambil menggigil kedinginan, huhuhu. Dengan menggunakan sisa tenaga, akhirnya kita semua berhasil turun dan sampai di rumah masing-masing dengan selamat.
Sabana di Merbabu
Perjalanan naik turun Merbabu yang bikin kaki berasa mau copot ga bikin gw kapok. Karena gw ga dapet foto mainstream Puncak Merbabu yang backgroundnya Merapi dan ngiler liat sabananya yang narsisable sekali, gw berikrar…suatu saat gw akan kembali kesini…via Selo *seret-seret Mas San dan Mas Son :D
Thank you Masan & Mason
 

Senin, 16 Februari 2015

Ngos-Ngosan Ceria Edisi Valentine: Menanam Cinta di Gunung Ungaran 2050 MDPL (Part 2)

Penandatanganan MMT
 

Siap menghijaukan Gunung Ungaran

Penanaman ini dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan warna bendera sesuai dengan lokasi penanaman pohon. Ada zona hijau buat yang cetek aja nanemnya di kebun teh, ada juga yang merah buat yang setrong kayak kita-kita *syongong, kita pilih yang merah dong dan karena kita anti-mainstream kita malahan nanemnya di puncak, ga kebayang ntar nyiraminnya gimana.
Pendakian kali ini lebih kacau seru dari pendakian sebelumnya, karena sekarang kita lebih terbuka kalau kita memiliki niatan untuk saling membunuh satu sama lain dalam hal memperebutkan logistik dan keinginan untuk menguasai harta kekayaan teman kita. Hahaha. Becanda denk. Tracknya sendiri melewati kebun teh, kemudian nanjak ke tengah hutan dimana jalannya terdiri dari batuan-batuan segede-gede dosa yang licin dan pohon-pohon tumbang. Jadi ada kalanya gw ngesot dan gelantungan, begitulah  gaya mendaki gw emang random.
Bunuh-bunuhan di jalan
 
Mereka juga punya niatan untuk saling membunuh
 
Track menuju puncak
 
Jalan 10 menit, cela-celaan 15 menit, foto-foto 20 menit
 
Sulit bagi kita untuk ga pecicilan di jalan
Sampailah kita di puncak Gunung Ungaran dan seperti biasa, hal yang pertama kita lakukan ketika nyampe adalah foto-foto. Menurut gw sih foto-foto ketika muncak itu bukan cuman sekedar narsis atau buat pamer sama temen, tapi lebih sebagai penyemangat, penghilang lelah dan juga sebagai kenang-kenangan yang bisa diceritakan untuk anak cucu kita nanti karena mereka juga pasti mikir no pic = hoax gan :3
 
Si Cantik
 
Mbak Nis
 
Mas Son
 
Mas Ing
 
Mas San
Setelah puas berfoto, kemudian kita menanam pohon-pohon yang kita bawa dari bawah sambil berfoto juga *teteuppp. Buat kalian yang ngaku mencintai alam, ga perlu sampe jauh-jauh ke Gunung Ungaran nanam pohon kayak kita, cukup dengan selalu membuang sampah pada tempatnya dan gunakan prinsip reduce, reuse dan recycle. Bumi ini tempat kita tinggal, maka kita harus merawatnya, jangan hanya mengeksploitasinya saja. Buat kalian yang gak mencintai alam, suka buang sampah sembarangan dan ngerusak lingkungan, pindah ke Pluto sanah.
Pohon aja disayang, apalagi kamu. Iya...kamu.
 

Ga paham, kenapa nanem aja mesti pake kacamata item

 
Abang lelah dek...
 


Mas San dan benih-benih cintanya

Pohon Annisa

 
Semoga pohon-pohon ini bisa tumbuh besar dan kuat ya. Menghijaukan Gunung Ungaran pada khususnya dan membawa berjuta kebaikan bagi kota Semarang dan sekitarnya juga. Amin
Perjalanan turun bagi gw selalu menjadi bagian yang paling bikin ogah. Pengen pulang iya, turun males. Apalagi ngebayangin batu-batu dan jalannya yang licin. Tapi Mbaknis turun dengan cepat, sampe gw ketinggalan jauh. Efek sepatu baru ya Mbaknis, apa karena orang yang menemanimu turun *ehem *ciee.
Track pulang
 
Cowok-cowok rumpik
 
Mbak Nis yang turunnya cepet banget, mungkin dia lapar
 
Basecamp Promasan from top of view
 
Sesampainya di rumah Pak Min, kita langsung menyerbu masakan yang ada karena kita butuh tenaga buat pura-pura bahagia *uhuk. Setelah makan, kita malah lanjut tidur karena hujan malah turun dengan deras. Kembali gw ngebayangin perjalanan pulang, malem sebelumnya aja gw sampe nyakar-nyakar tas Mas Sandy saking takutnya dibonceng di atas jalanan berbatu yang naik turun sambil baca-baca do’a. Hujan gini pasti tambah licin jalanannya walaupun perjalanan pulang melewati kebun teh di sore hari bakalan dapet bonus pemandangan indah.
Setelah seorang anak terjatuh dari sepeda di dekat tempat kita tidur, kita akhirnya bangun. Mungkin kalo tu anak ga jatoh n nangis kita bakalan tertidur sampe pas bangun semua pada lupa gw siapa? Hartaku berapa? Gw cakep gak? Ketika bangun, di depan kami sudah banyak mas-mas pengendara motor trail yang lagi makan siang. Mas-mas itu pasti takjub melihat sekumpulan remaja *gausahprotes yang tidur kayak bangke. Sebelum pulang, kita sempat main dulu ke Candi Promasan. Di basecamp ini ada sebuah situs yang merupakan peninggalan kebudayaan Hindu. Konon Candi Promasan ini masih ada hubungannya dengan Candi Gedong Songo. Tapi sayang Candi itu kini udah ga lengkap.
Candi Promasan
Selain ada Candi, disini juga ada sebuah tempat pemandian bernama Sendang Pengilon. Kata Mas San sih pemandian ini rame banget pas malem 1 Syuro. Di dekat basecamp, ada juga Goa Jepang namun sayang hari sudah semakin sore sehingga kita gak sempet kesana.
Sebelum pulang kita melakukan perhitungan dulu dengan Pak Min, bukan berantem, tapi sebuah pengakuan dosa berapa piring nasi yang sudah kita habiskan, berapa banyak gorengan yang udah kita makan, dan semua pake prinsip kejujuran atas dasar saling percaya aja. Gw sendiri dah lupa makan apa aja selama ngendon di Pak Min, jadi gw bayar lebihin dari total yang ditagihkan ke  gw. Itupun menurut gw dah murah banget dibanding perjalanan Bu Min yang kalo belanja jalan kaki dulu sampe nemu angkot baru balik lagi ke Promasannya sewa pick up. Sokil abis kan Bu Min.
Pak Min yang abis malakin para pendaki
Kita pun kembali ke rumah masing-masing. Seperti biasa gw mau minta maaf kalo selama jalan bareng ada kata-kata atau becandaan gw yang kelewatan. Gw juga berterimakasih buat Mbak Wikan yang udah ngajakin kencan dan ngeborong sale, Mas San, Mas Iing, Mbak Nis dan Mas Son yang udah nemenin perjalanan week end ini. Valentine kali ini adalah valentine yang paling berkesan, padahal gw ga dapet coklat, ga dapet bunga atau boneka beruang. Ga juga dinner di restoran atau café mahal tapi gw bahagia sekaligus bersyukur bias menghabiskan waktu bersama kalian.
Teman Ngetrip
 

Ngos-Ngosan Ceria Edisi Valentine : Menanam Cinta di Gunung Ungaran 2050 MDPL (Part 1)

Week-end semakin dekat, bertepatan dengan Hari Valentine, terus gw sebagai jomblo harus nangis di bawah guyuran shower sambil mukul-mukul dinding kamar mandi gitu? *drama abis*. Namun Tuhan memang Maha Mengetahui umatnya yang jomblo ngenes, sambil gw nyoret-nyoret tanggal 14 jadi 13a, gw liat-liat update status BBM dan ada kabar gembira karena pada tanggal 14 Februari 2015 diadakan acara 1001 Pendaki Tanam Pohon di Gunung Unggaran yang diselenggarakan oleh beberapa organisasi juga komunitas pecinta alam dan pemerhati lingkungan di Semarang.
1001 Pendaki Tanam Pohon
 
1001 Pendaki Tanam Pohon
 
Langsung aja gw menghubungi si pemilik update status BBM tersebut dan orangnya tiada lain tiada bukan adalah Mbak Annisa, dan setelah BBMan dengan Mbak Annisa ternyata Mas San dan teman-teman dari Temang Ngetrip juga mau kesana, horeee. Setelah galau karena cuaca di kota Semarang yang tiap hari ujan, sampe jalan depan kosan gw udah kayak Samudra Hindia *lebay* sehingga gw yang udah duduk  jongkok di atas kursi becak tetep kerendem, akhirnya kita memutuskan untuk pergi di hari Sabtu tapi selain janjian buat ke gunung Ungaran hari Sabtu, gw juga punya janji untuk berkencan dengan Mbak Wikan yang trauma gara-gara ke Andong kemarin. Jadinya Sabtu siang gw janjian dulu di Mall Paragon sama Mbak Wikan untuk nonton dan malemnya aku janjian sama Teman Ngetrip untuk ke gunung Ungaran.
Hari itu gw sama Mbak Wikan nonton film Jupiter Ascending hanya demi menonton si bohay Channing Tatum gw mengabaikan rating IMDB, hahaha.
Jupiter Ascending
Dan rating IMDB selalu terpercaya, selama nonton film, yang gw ada cuman garuk-garuk kepala sambil nguap-nguap. Mana Channing Tatumnya jadi aneh lagi, yah namanya juga film sci-fi fantasy. Walaupun gw anak penuh imajinasi sejauh ini film sci-fi yang ngena banget cuman Inception, selebihnya bikin gw cengo. Mungkin sesuai dengan kelakuan gw yang dramak abis gw cocoknya nonton film drama juga.
Selesai menonton, gw bukannya pulang dan lanjut packing tapi malah hunting diskonan di Sport Station yang lagi ngadain sale dalam rangka valentine dengan promo buy 1 get 1 all item, semua itu berkat racun yang ditebarkan oleh Mbak Wikan. Aaakk…kamu tau banget kalo aku lemah dalam menghadapi diskonan, Mbakwi. Setelah khilaf membeli beberapa barang, gwpun insyaf karena saldo rekening di ATM juga udah mulai jejeritan, hehe…
 
Pemburu diskonan
Pukul 22.00 gw, Mas San, Mbaknis, Mas Son Si Mulut Jahanam, Mas Wisnu Si Mbek,  dan Mas Adam berangkat, dari basecamp Teman Ngetrip,  Mas Adam disini bukan Adam Suseno yang lagi digosipin selingkuh itu *kokgwtau?!! Atau Mas Adam Levine yang hoby pamer body, Mas Adam disini adalah salah satu geng Teman Ngetrip yang jago ngetrail pake motor bebek karena jalan menuju Gunung Ungaran melalui jalur promasan itu adalah jalanan penuh batu-batu dengan tanjakan dan turunan curam. Sebelumnya Mas San udah nakut-nakutin gw di BBM, tapi sayang kali ini dia kurang beruntung muhahaha.
 
Anda belum beruntung
Jadi, untuk mencapai puncak Gunung Ungaran kita bisa melalui tiga jalur yaitu melalui basecamp Mawar, basecamp Promasan dan Candi Gedong Songo. Dikarenakan jalur Promasan lebih cepat maka kita mengambil jalur tersebut tapi ya itu tadi, kalo naik motor jadinya ngetrail ala-ala di atas jalanan berbatu melewati perkebunan teh. Motornya Si Mbek aja nyuksruk ke kebun teh yang menyebabkan dia akhirnya diangkut pake pick up bersama bibit-bibit pohon, semoga bibit-bibit itu selamat ya ga dimakan. Sebetulnya kalo niat sih kita bisa jalan kaki sampe basecamp Promasan, tapi karena hari sudah terlalu malam dan kita harus segera sampai rumah Pak Min sebelum kehabisan kamar jadinya kita naik motor aja *alesan.
 
Pak Min? Siapakah dia? Kenapa gw bubuk di rumahnya? Apakah Pak Min itu nama kepanjangannya adalah Pak Lee Min Ho? *yakali. Jadi Pak Min itu adalah warga Desa Promasan yang rumahnya dijadikan basecamp oleh para pendaki. Rumahnya cukup luas, bisa menampung mungkin 50an lebih pendaki mengingat para pendaki itu compact banget kalo bubuk bisa untel-untelan dan selip-selipan dalam ruang sempit. Jangan bayangin bascemap Pak Min ini seperti hotel mewah bintang lima dengan kasur empuk, fasilitas TV cable, dan kamar mandi dengan bathub bertaburkan kelopak bunga mawar *menurutlo.

Pak Min Luxurious Hotel for Hikers adalah sebuah rumah yang disekat-sekat, dikasih alas karpet, udah. Gak ada bantal, ga ada kasur empuk dan bed cover hangat, apalagi dayang-dayang yang nyuapin kamu anggur sambil ngipas-ngipasin kamu. Terus kenapa gw bilang luxurious? Karena bisa ngecamp tanpa harus bawa tenda dan segambreng peralatan lainnya itu dah syurga banget bagi para pendaki, gausah encok pegel linu bawa carrier, tinggal ngegoler terus merem, selesai.
Pak Min 24/7 Self Service Bar
 
Pak Min Lxurious Lounge for Hikers
 
Pak Min secret recipe, masaknya masih pake tungku
Dikarenakan Pak Min Luxurious Hotel for Hikers itu tingkat okupansinya sangat tinggi disaat peak season apalagi ada event tanam pohon begini hasilnya gw kebagian lapak di deket dapur. Gimana cobak kalo tengah malem gw ngigau terus ngabisin tiga piring nasi.
Sebetulnya selain Pak Min Luxurious Hotel for Hikers, ada juga penginapan lainnya untuk para pendaki yang mau naik ke gunung Ungaran, tapi karena Pak Min ini katanya dah sohib banget sama Mas Iing jadinya kita tidur disana. Mas Iing ini katanya dah dianggap seperti keluarga sendiri  di rumah Pak Min, saking udah deketnya Mas Iing dengan baikhatinya bantuin nyuciin piring dan gelas bekas makan para pendaki. Ini antara baikhati atau minta digratisin sih? Hahaha.  Begitulah pengorbanan seorang Bapak, disaat anak-anaknya gegonjrengan main gitar dan ngemilin makanan, doi nyuci piring dan gelas dong.
 
The Heart-Melted Mas Iing
Gw terharu mengingat cowo yang mau nyuci perabotan itu dah langka dan hampir punah. So, tunggu apalagi. Buat kalian cewe jomblo, Mas Iing is highly recommended. Baik hati, melindungi, mengayomi, tangan pertama, pajak panjang, full variasi, mesin kering, suara halus, bebas cicilan, gratis helm. COD daerah Semarang dan sekitarnya *dibalangpiringsamaMasIing
 
Dikarenakan tujuan awal kemari adalah menanam pohon, gw dan Mbak Anisa dah semangat banget pagi-pagi buat nanjak tapi temen-temen yang lain malah pada mager. Hih...Cowok macam apasih kalian? Pagi-pagi gitu seorang oknum sebut saja inisialnya S-A-N-D-Y  malah nanya, “serius kalian mau naik?”, terus satu lagi oknum sebut saja Si Mulut Jahanam melontarkan pertanyaan yang sama sambil ngulet-ngulet manja. Ya wajar sih mereka begitu coz katanya beberapa diantara mereka bahkan ada yang udah pernah ke Ungaran 8x, etdah sekali lagi beranak tuh. Akhirnya gw dan Mbaknis berhasil menggeret mereka buat ikut menanam pohon di Gunung Ungaran.
(Bersambung ke Part 2)

 

Selasa, 10 Februari 2015

Explore Cirebon Part 1: Cirebon Rasa Ternate

Mbaknid : "Mbak Hanip, saya titip motor boleh?"
Me          : "Boleh banget Mbaknid, semalam 50rebu eaa...Mau kemana emangnya?"
Mbaknid : "Gratis boleh? Pulang kampung ke Cirebon Mbak Hanip, mau ikut?"
Me          : "Maukkk!!!"
*pesan moral: jangan pernah ngajak gw maen kalo cuman buat basa-basi karena pasti gw iya-in *fakirngetrip

Percakapan tadi terjadi sekitar pukul tiga sore hari, dan dalam waktu dan tempo sesingkat-singkatnya gw langsung packing dan beli tiket. Jam setengah sepuluh malam lebih dikit, gw, Mbaknid dan Abang Renof suaminya, sudah berada di dalam kereta Harina menuju Cirebon.
 
Train, my favorite public transportation
Dalam waktu tiga jam saja, kita sudah sampai di Stasiun Kota Cirebon disambut oleh Emak dan Babenya Mbaknid. Fyi, Mamanya Mbaknid ini orangnya asik banget, suka becanda n gaholll. Sesampainya di rumah Mbaknid, gw langsung dijejelin macem-macem oleh-oleh dari Ternate karena kebetulan saat itu keluarga Mbaknid dari Ternate datang.
 
Oleh-oleh dari Ternate
Foto diatas hanyalah sebagian oleh-oleh khas Ternate yang manusiawi karena mostly oleh-oleh khas sana itu keras banget, bahkan ada yang bentuknya kayak bata merah, duhh...sayangnya ga difoto, Selain keras-keras, cemilannya juga banyak yang terbuat dari kenari karena katanya sih di Ternate banyak pohon kenari. Padahal kan kalo disini mahal banget yak.

Selain camilan-camilan tadi, keluarga Mbaknid juga bawa oleh-oleh berupa batu bacan. Iya, batu yang lagi hits banget itu. Gw juga gak ngerti kenapa. Apakah kita kembali ke jaman Flinstone? Tiap pagi, siang malam, semua bahas batu. Dan keluarga Mbaknid bawa batu yang ukurannya segede-gede gaban, bongkahan gitu. Sebiji kecil aja tu batu harganya mahal, terus kalo sebongkah bisa jadi berapa? Dan Mbaknid mulai berkhayal menjadi juragan batu dan kayaraya. Hmm..Mungkin Mbaknid lelah.
Batu Bacan, minat PING Mbaknid
Keesokan harinya kita mulai menjelajah kota Cirebon dimulai dengan nyicipin Empal Gentong. Udah pada tau kan kalo empal gentong ini adalah makanan khas kota Cirebon. Berhubung empal gentong udah terlalu mainstream, Mbaknid merekomendasikan gw untuk nyobain empal asem. Bedanya dengan empal gentong, empal asem ini kuahya bening seger dengan rasa asem yang berasal dari belimbing wuluh yang direbus bersama kuahnya. Rasanya endulitaaa, wajib cobak sodara-sodara.

Empal Asem

Setelah makan, kita melanjutkan perjalanan menuju Museum Linggarjati. Hayooo...masih pada inget gak sama isi Perundingan Linggarjati? Gak inget khan? Samak. Museum Linggarjati ini dulunya adalah sebuah rumah milik Ibu Jasitem yang kemudian berganti-ganti kepemilikan hingga dijadikan sebuah hotel kemudian pada akhirnya menjadi Hotel Merdeka tempat dilaksanakannya Perundingan Linggarjati antara bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda. Isi dari Perundingan Linggarjati ada 17 pasal, salah satunya adalah Belanda harus mengakui wilayah Indonesia secara de facto yang meliputi Jawa, Madura dan Sumatera.
Museum Linggarjati
Rombongan TK Matahari
 
 
Logo Baru Kaleng Biskuit Khong Guan
 
Struktur bangunan dan tata letak Museum Linggarjati ini masih dipertahankan seperti dahulu, namun beberapa furniturnya sudah ada yang diperbaiki karena sudah dimakan usia.
Diorama Perundingan Linggarjati
 
Tempat bubuk cantique para delegasi
 
Tempat duduk manis Delegasi Indonesia
 
Tempat nongki-nongki para delegasi
Setelah puas menjelajah Museum Linggarjati, kita kembali ke rumah Mbaknid. Di rumah Mbaknid ini banyak sekali kucing-kucing unyuk. Salah satunya adalah si Alus, favorit gw yang manja banget. Si Alus ini bahkan katanya sempet dibawa pindahan ke Semarang sebelum kemudian akhirnya dikembalikan ke Cirebon.

Si Alus dan Si Cantik *gausahprotes

Selain main-main sama si Alus, kegiatan gw selanjutnya adalah menjarah kebon Mbaknid, muhahaha. Di belakang rumah Mbaknid ini ada pohon rambutan dan belimbing yang membuat hasrat gw untuk memetiknya sangat besar *apasih
Mandor kebon bengis
 
Gaya petik rambutan yang absurd (-"-)
Sambil menikmati hasil kebun Mbaknid, gw bercengkerama dengan keluarga Mbaknid dari Ternate dan belajar sedikit-sedikit bahasa Ternate seperti, Tusa yang artinya Kucing, lalu Bifi yang artinya semut, terus kalo orang Ternate bilang gak ada duit itu Tarada do'i, sedangkan menurut gw Tarada do'i artinya jomblo *gagalpaham *bhay

(Bersambung ke Explore Cirebon Part 2)

Ponakan baru dari Ternate *kritinganmanakritingan